Rahasia Jadi Petani Sawit Kaya Raya

Monas Junior



Opini : Monas Junior

Ide ini muncul ketika satu malam bercerita dan bertukar pikiran dengan seorang sahabat yang kritis. Ia menggerutu, merutuk dan merasa patah arang dengan kondisi perekonomian Jambi yang kian hari kian terpuruk.

Padahal, katanya, Jambi ini lahan subur. Setelah era kebun karet habis dan diganti perkebunan sawit, Jambi mestinya lebih jaya dari era-era sebelumnya. 

Pertanyaan mendasarnya adalah, adakah cara membuat petani sawit kaya raya?

Pertanyaan ini menjadi bahan pembicaraan menarik buat kami, dua sahabat, di satu malam dalam mobil yang meluncur dari Merlung ke Kota Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Jawaban dari pertanyaan itu adalah; ada kakak ada...

Ya, dan jawaban ini saya temukan dua tahun lalu, di satu desa dalam Provinsi Jambi. Mau jadi petani sawit kaya raya? Baiklah, kita mundur ke tahun itu, 2018.

Bisnis yang saya lakoni selama ini terus mengalami kemunduran. Ini membuat saya harus putar otak dan kalau perlu, banting setir. Di saat itu muncul peluang baru, tetapi peluang itu berada jauh dari ibukota Provinsi Jambi, Kota Jambi.

Bermodal nekat dan semangat tinggi, sedikit pengetahuan peluang usaha ini, saya meluncur ke satu kabupaten dalam Provinsi Jambi itu.

Peluang usaha itu adalah... cangkang sawit atau Palm Kernel Shell.

Ternyata, pasar cangkang sawit di Jambi dan dunia cukup tinggi. Kebutuhannya puluhan ribu ton atau puluhan juta kilogram per bulan. Ini membuat bisnis Cangkang sawit tumbuh subur di Jambi.

Sepengetahuan saya, saat itu setidaknya ada 4 penampung dan eksportir cangkang sawit di Provinsi Jambi: Kurnia Tunggal, Bunga Pantai Bersaudara, PT BEA dan Jambi Nusantara Energi.

Menurut data PT BEA, potensi cangkang sawit yang dihasilkan pabrik-pabrik kelapa sawit di Provinsi Jambi, sebulan mencapai 80 ribu ton atau 80 juta kilogram.

Harga yang ditawarkan penampung-penampung itu di stockpile Dermaga Talang Duku, kisaran Rp 700 hingga Rp 1.000 include pajak per kilogram cangkang sawit. 

Baiklah, sampai di sini sudah tergambar belum benang merahnya menjadi petani sawit kaya raya? Belum? Ayo kita lanjutkan sampai kita sepaham.

Kembali ke kabupaten itu, satu desa yang jaraknya sekitar 1 jam dari ibukota kabupaten, saya bertemu pengusaha lokal yang sudah berkecimpung lama di bisnis jual beli tandan buah sawit (TBS), cangkang, bahkan arang cangkang sawit! 

Namanya Mr K, atau biasa dipanggil Bendil. Tapi karena kita membahas rahasia atau cara menjadi petani sawit kaya raya, kita lupakan saja nama pengusaha itu, tetapi sama-sama kita ingat betapa cerdasnya pemuda dusun satu ini.

Dari dia, saya mengetahui -dan sebenarnya, kebanyakan petani sawit di Jambi juga sudah mengetahui-, bahwa buah sawit memiliki produk-produk turunan yang semuanya punya nilai jual. 

Tinggal olah sedikit, maka bertambah lah nilai setandan buah sawit itu.

Rincinya begini. 1 kilogram buah sawit, bisa menghasilkan :

- Crude Palm Oil - CPO (minyak sawit)

Harga kisaran Rp 6.000 - Rp 7.000 per kilogram

- Palm Kernel Oil -PKO (minyak inti sawit)

Harga kisaran Rp 11 ribu per kg

- Palm Kernel Shell (cangkang sawit)

Harga kisaran Rp 700 - Rp 1.000 / kg

- Palm Kernel Shell Charcoal (arang cangkang sawit)

Harga kisaran Rp 3.000 - Rp 5.500 / kg

- Tandan kosong (sabut kelapa sawit)

Harga cukup rendah tergantung lobi, bahkan di sebagian pabrik digratiskan

Ke empat di atas adalah produk dari pengolahan TBS. Setidaknya ada 4 yang bernilai cukup tinggi: minyak sawit, minyak inti sawit, cangkang sawit dan arang cangkang sawit.

Di sinilah pertanyaan itu terjawab. Bisakah petani sawit kaya raya? Bisa. Kalau melihat fakta di atas, tentu bisa! Sangat bisa!

Bagaimana caranya? Ya, tentu saja, petani harus secara mandiri mengolah TBS sehingga menghasilkan; CPO, PKO, cangkang dan arang cangkang. 

Wah, ini susah! Butuh ini itu yang tentu saja tidak semudah telapak tangan. Ditambah harga mesin-mesin pengolah TBS itu nilainya sangat mahal. 

Ya, tentu saja. Mau kaya raya tanpa modal? Belajar di mana cuy?

Tetapi, setidaknya, sekarang kita bisa tahu bahwa sebenarnya, dari TBS saja menghasilkan produk-produk lain bernilai tinggi. 

Coba bayangkan, jika 1 tandan buah sawit seberat 10 kilogram, bisa menghasilkan -paling rendah-:

1 kg CPO seharga Rp 6.000

1 kg PKO seharga Rp 11.000

3 kg Cangkang sawit seharga Rp 700 x 3 = Rp 2.100 (penyusutan 30 persen dari TBS)

1 kg arang cangkang sawit seharga Rp 3.000 (penyusutan 30 persen dari cangkang)

Ditotalkan, 1 tandan seberat 10 kg, petani sawit bisa memperoleh penghasilan sebesar Rp 22.100. Atau setara dengan Rp 2.210 per kilogram TBS.

Artinya, setiap 1 kg TBS, nilai uang yang didapat petani sawit semestinya bisa sebesar Rp 2.210, bukan malah Rp 600 - Rp 800 per kg seperti yang terjadi saat ini.

Sampai di sini, sepaham? Memang agak ribet hitung-hitungannya, tapi setidaknya begitulah fakta yang terjadi di lapangan.

Pabrik kelapa sawit (PKS), ternyata membeli dari petani sawit dengan harga jauh dari yang mereka dapat dari hasil jual produk ke pasar. Semua mereka dapat. Dari mulai CPO, PKO sampai cangkang sawit (karena arang cangkang harus melalui pengolahan di luar PKS, jadi tidak masuk hitungan).

Bukannya mau menghitung pendapat pabrik kelapa sawit, tetapi, setidaknya dari sini kita bisa mendapat gambaran bahwa lagi-lagi, petani lah yang jadi "korban". Kenapa korban? Karena petani, kebanyakan tidak tahu bahwa hasil dari 1 tandan buah sawit yang mereka jual ke pabrik, akan menjadi banyak produk layak jual yang bernilai tinggi.

Baiklah, jadi apa rahasia dan solusi agar menjadi petani sawit kaya raya? Jika, saat mengolah TBS secara mandiri, harus butuh modal kuat dan pasar yang terbuka lebar.

Jawabannya adalah pemerintah daerah. 

Karena petani atau rakyat tidak akan mampu berbuat sendiri untuk menjadikan diri mereka sebagai petani sekaligus pengusaha sawit, pemerintah daerah harus peduli dan harus tahu semua produk yang dihasilkan dari 1 tandan buah sawit. 

Pemerintah daerah -dalam hal ini setingkat Pemprov Jambi-, juga harus cerdas dalam membuat program hilirisasi kelapa sawit.

Nantilah menyiapkan pabrik minyak goreng, bio diesel, sabun atau produk lain turunan TBS. Siapkan dulu pabrik-pabrik sederhana berskala kecil untuk hilirisasi TBS di tingkat desa.

Semisal -ini diambil dari ide Mr K, pengusaha lokal yang punya pikiran internasional itu-, dalam 2 desa yang memiliki lahan sawit rakyat seluas kisaran 30 hektar, bisa didirikan pabrik sawit mini.

Mesin pengolahannya juga relatif tak terlalu semahal milik pabrik-pabrik sawit besar. 

Selain pabrik mini itu, bisa pula dibangun pabrik arang cangkang sawit skala 5 sampai 10 tungku dengan kapasitas pengolahan 3 ton per tungku.

Dengan begitu, setelah pabrik sawit mini menghasilkan CPO dan PKO, cangkangnya bisa langsung diolah menjadi arang atau bahkan briket siap ekspor.

Pengelolanya bisa rumah tangga, koperasi desa, atau bahkan BUMD. Sederhana dan merakyat konsep ini.

Andai bisa terlaksana, mudah-mudahan, menjadi petani sawit kaya raya bukan lagi rahasia. Tetapi bisa dinikmati seluruh petani sawit di manapun berada. Khususnya, di Provinsi Jambi.

Sementara, dari perkembangan terakhir, satu-satunya kandidat calon Gubernur Jambi yang punya program hilirisasi sawit, adalah Al Haris-Abdullah Sani. Dua sosok inilah menjadi tumpuan kita, para petani sawit yang sedang merana di tengah pandemi covid-19 ini.

Jadi bagaimana? Sudah sepaham kah kita?(*)

* Monas Junior adalah nama pena dari Alpadli Monas. Seorang jurnalis yang sedang mencoba untuk terus hidup di bawah ridho Allah


Baca Juga :

Maling Uang di Parkiran PU Merangin Terekcam CCTV


Postingan populer dari blog ini

Dangdut

Bintang Film Dewasa Korea Yoo Jung Ii, Ini Profilnya

Seru