Opini Monas Junior : Beda Tipis Media Online dan Media Cetak
ilustrasi. source foto : mediawritingfocus.wordpress.com |
Opini : Monas Junior *
Zaman telah berubah. Media cetak dan media online atau daring (dalam jaringan), sampai saat ini masih "kejar-kejaran" di wilayah mass media.
Lalu apa beda media online dengan media cetak? Well... ternyata tipis. Tak jauh-jauh amat bedanya.
Sama halnya membuat koran, kita butuh banyak hal sebelum koran bisa diluncurkan ke publik. Mulai dari ketersediaan reporter atau wartawan, editor atau redaktur sampai layouter atau desain halaman (proses ini disebut Pra Cetak atau sebelum cetak). Lalu dibutuhkan pula mesin cetak plus tukang cetaknya (Proses Cetak), sampai ekspedisi atau pemasaran koran (Sirkulasi).
Baca juga : Apple Watch 7 Terbaru dan Fiturnya
Dari sini bisa disimpulkan bahwa media cetak seperti koran atau majalah/tabloid, melalui tiga tahapan/proses :
1. Pra Cetak
2. Cetak
3. Sirkulasi
Nah, di media online, juga dibutuhkan tiga bagian penting seperti media cetak. Sama saja, tapi istilah dan cara kerjanya agak beda tipis.
Yang sama antara lain : media online butuh reporter, editor dan desain grafis atau editor multimedia. Plus, adiministrator/publisher, webmaster, tenaga IT dan kalau mau lengkap, SEO Master. Terakhir dan fungsinya sangat dibutuhkan adalah, buzzer (di sini konotasinya ialah tukang sebar link berita / url berita di media sosial).
Melihat elemen-elemen di atas, reporter, editor, webmaster, IT sampai SEO Master, bisa kita sebut sebagai petugas yang menggawangi proses Pra Cetak. Sedangkan administrator/publisher bisa disamakan dengan Tukang Cetak (Proses Cetak). Terakhir, Buzzer, bisa disamakan dengan bagian pemasaran atau Sirkulasi di koran.
Baca juga : Trik Meningkatkan CPM CPC Google Adsense
Lihat, serupa tapi beda tipis, bukan?
Meminjam istilah komputer, IPO (input processing output), media cetak dan media online juga punya sifat yang sama tapi bentuk output yang beda. Inputnya berita dari wartawan, prosesnya pra cetak dan outputnya koran/majalah -di media cetak- dan link url -di media online-.
Jadi melihat fakta ini, bisa disimpulkan bahwa share link/url berita dari media online di media-media sosial, sama halnya dengan menyebar koran lewat loper atau agen-agen oleh media cetak. Sehingga -semestinya-, proses share berita dari media online ini juga dilindungi oleh undang-undang pers. Karena ini bagian tak terpisahkan dari media online/daring. Lalu apa bedanya sirkulasi koran/majalah dengan share link berita?
Bagian ini nanti saja kita bahas. Kembali ke beda tipis-tipis media online dan media cetak.
Layaknya media cetak atau media elektronik, media online juga menjalankan kode etik serta kaidah-kaidah pers yang diatur dalam UU Pers nomor 40 tahun 1999. "Rukun iman" berita sampai konfirmasi para pihak atau cover both side (dua sudut pandang), juga berlaku di media online. Tetapi... nah bagian ini agak beda (tipis) dengan media cetak atau elektronik lain.
Pada bagian konfirmasi para pihak dan kelengkapan "rukun iman" berita (5W1H), media online menerapkan sistem folop (follow up) atau berita berkelanjutan. Ini dilakukan untuk mengejar waktu/deadline yang sangat cepat dibanding media konvensional lain.
Untuk diketahui, jika di media cetak deadlinenya satu hari jelang terbit, di televisi/radio beberapa jam sebelum tayang (kecuali live atau siaran langsung), di media online selalu berlaku siaran langsung. Artinya, setiap detik adalah deadline dan sangat berharga!
Makanya, wajar jika satu media online tua di Indonesia, menempatkan nama detik sebagai nama domain/situsnya. Karena, ya, memang seperti itulah cara kerja media online. Detik per detik.
Karena dituntut detik per detik, maka berita yang diturunkan pun harus... berita per berita. Satu per satu dalam waktu cepat.
Sehingga, wajar saja jika di berita pertama, belum ada konfirmasi para pihak, termasuk belum lengkap rukun iman berita. Namun pada berita ke dua, baru dilengkapi konfirmasi para pihak dan rukun iman yang belum ada di berita pertama. Berita ke tiga dan seterusnya, akan dilengkapi sampai akhirnya berita tersebut lengkap.
Intinya, istilah cover both side juga berlaku kok di media online. Bukan di media cetak atau media elektronik saja.
Cuma sayangnya, para pihak atau sumber, tak memahami betapa detik per detik adalah sangat berharga bagi media online. Makanya ketika ponsel yang dihubungi tak aktif, pesan singkat tak dijawab, mau tidak mau berita harus tetap ditayangkan karena mengejar waktu yang begitu cepat dan tingkat "basi" beritia yang juga sangat cepat.
Yang perlu menjadi catatan bersama adalah, media online harus "berkejar-kejaran" dengan media sosial. Walau selalu ketinggalan, namun media online lumayan lebih lengkap ketimbang media sosial di dalam menyampaikan informasi kepada publik.
Lalu apa beda media online dengan media sosial? Nah, tema satu ini sepertinya harus didiskusikan dan didalami lagi pada bagian khusus.
Jadi kesimpulannya, antara media online dengan media cetak tak ada beda. Kalaupun ada, itu sangat tipis, setipis kulit bawang lah kaaan... hehehehe....
Namun apapun bentuk medianya, semangatnya tetap sama, yakni menyampaikan berita yang sebenarnya sesuai kaidah-kaidah jurnalistik dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Hidup media apa saja!(***)
* Monas Junior adalah nama pena dari Alpadli Monas. Seorang jurnalis yang terseok-seok beradaptasi dengan teknologi yang begitu cepat! Sungguh pekerjaan yang melelahkan...