Video - Foto - Audio - Teks dan Kegelisahan Media Berbasis Teks

Video - Foto - Audio - Teks dan Kegelisahan Media Berbasis Teks

By : Monas Junior *

Tulisan ini hanya ungkapan semacam curhat tentang gambaran perkembangan media berbasis teks di masa depan.

Saat ini, media yang berkembang pesat adalah media berbasis audio visual. Platformnya sangat banyak. Mulai dari Youtube, Instagram, Facebook, TikTok dan hampir semua media sosial sudah menyediakan layanan Audio Visual.

Kecenderungan masyarakat beralih ke konten Audio Visual, sudah terlihat beberapa tahun terakhir. Namun di tahun ini, perkembangan itu makin pesat. 

Akibatnya, sadar tidak sadar, pembaca teks mengalami penurunan drastis. Berdasar data analytics google di beberapa domain Jambiseru Network, diketahui tingkat pembaca makin lama makin menurun. Grafik Visitor dan tampilan, menunjukkan panah ke bawah dari bulan ke bulan.

Supaya diketahui, sumber-sumber trafic bagi media online tak lain :

1. Media Sosial

2. Organik / Pencarian

Nah, potensi pembaca terbesar ada pada dua saluran penyebaran atau distribusi berita tersebut di atas. Namun, dari hari ke hari, ke dua sumber saluran itu mengalami penurunan drastis. Bisa dikatakan sampai 50 persen penurunannya setiap bulan.

Baca juga : Opini Monas Junior : Beda Tipis Media Online dan Media Cetak

Penulis menganalisis Analytics Google trafik di 3 situs Jambiseru Network. Rata-rata, semua mengalami penurunan signifikan. Ini berbahaya!

1. Media Sosial

Penyebaran berita atau link urls berita di platform media sosial seperti Instagram, Facebook dan Twitter, semua menghasilkan trafik yang tak lagi memuaskan dibanding bulan November tahun 2020 lalu (data pembanding Oktober 2021).

2. Organic

Pencarian keyword atau data tertentu melalui situs pencarian berbasis teks seperti Google, Yahoo, Bing dan semacamnya, juga mengalami penurunan drastis. 

Padahal, trafik organik ini sangat diandalkan oleh media-media online berbasis teks dan foto di Indonesia dan seluruh dunia. Lihat, ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan media online.

Baca juga : Opini Jambi : Degradasi Jurnalis dan Jiwa Korsa yang Mulai Hilang

Penyebab Trafik Media Online Turun

Lalu banyak rekan-rekan media yang menanyakan ke penulis, kenapa trafik media online cenderung terus turun? Padahal, berita-berita yang ditayangkan dirasa punya nilai jual cukup kuat bagi pembaca.

Terus terang, penulis belum punya data cukup kuat untuk menjawab pertanyaan apa penyebab trafi media online turun. 

Tetapi, melihat perkembangan dan kebiasaan masyarakat yang lebih menyukai video ketimbang teks, bisa kita perkirakan bahwa ini salah satu penyebab kenapa trafik media online turun. 

Di media-media online, teks adalah basis utama. Sedangkan di platform media sosial, kini mengandalkan video (audio visual).

Orang-orang sudah malas membaca teks. Mereka lebih senang menonton dan melihat. Kepuasan audio visual ini membawa ancaman besar bagi media online atau media streaming lain berbasis teks.

Apalagi, penulis memperhatikan bahwa anak-anak milenial bahkan generasi Z ke bawah, kini sudah menjadikan platform seperti Youtube sebagai sumber mendapatkan informasi. Mereka tak lagi menggunakan Google! 

Baca juga : Google Ads : Solusi Bagi Publisher dan Advertiser

Alih-alih mencari informasi di situs pencarian, generasi baru ini, malah membuka Youtube dan mencari informasi yang mereka butuhkan di platform itu. Dengan mengakses youtube, mereka tak hanya mendapatkan data berupa teks, tetapi juga mendapatkan data informasi berupa video, foto dan audio. Sangat lengkap. Dan, sangat memuaskan.

Well, jika masih fokus mengoptimalkan situs pencarian berbasis teks, ini bisa kita anggap tak lagi langkah prioritas. Jika pembaca mulai bergeser ke Youtube, ya, mau tak mau harus memperkuat SEO di Youtube Chanel.

Baca juga : Ini Sejarah Media Online di Jambi

Harus Ikut Zaman Jika Tak Ingin Tergulung 

Dan, -ini sangat menyedihkan-, kita sebagai pelaku usaha media online, juga mau tak mau harus segera bermigrasi ke Youtube dan platform berbasis Audio-Visual. Video adalah jenis media online baru yang harus secepatnya digarap. Jika tidak, media online profesional yang dilindungi Undang-undang Pers, akan tergulung arus kecepatan dunia media sosial.

Apakah media mainstream akan mati? Entahlah. Semoga tidak. 

Itu karena media sosial, memiliki celah besar untuk berkembangnya Hoax atau berita palsu. Maka, media mainstream harus jadi garda terdepan melawan Hoax. 

Tetapi, itu lah, ombak zaman tak bisa dilawan. Kita hanya bisa ikut irama ombak jika tak ingin tergulung.

Video, Foto, Audio, Teks dan media berbasis teks. Benang kusut yang harus segera diluruskan.(***)

* Monas Junior adalah nama pena dari Alpadli Monas. Pegiat Media dari Provinsi Jambi, Sumatera, Indonesia

(Bagi yang menemukan dan membaca tulisan ini sampai akhir, terima kasih banyak. Anda orang langka dan hebat! Masih mau membaca di zaman digital audio visual ini)

Postingan populer dari blog ini

Dangdut

Bintang Film Dewasa Korea Yoo Jung Ii, Ini Profilnya

Seru