Postingan

Menampilkan postingan dengan label cerpen

Buku Novel Pemburu Emas by Monas Junior

Gambar
Sinopsis: Pemburu Emas: Legenda Bermula A Novel By: Monas Junior Awalnya, Ari adalah remaja biasa. Ia bersekolah di SMA 5 Kota Jambi, mengikuti semua aktivitas seperti anak remaja lainnya. Tak ada yang istimewa, sampai akhirnya masa lalu mengejarnya dan menyadarkannya bahwa ia…. adalah Si Pahit Lidah yang legendaris! Mimpi-mimpi, bayangan-bayangan dan kenangan-kenangan tiba-tiba datang menjelang usianya yang ke-17. Ari tak percaya ketika semua mimpi dan kenangan itu ternyata nyata. Lebih tak percaya lagi dia saat menemukan dua buku diary misterius, puluhan batang emas dan simpanan yang banyak di bank-bank terkenal. Perjalanan Ari dimulai dari Jakarta. Penemuan buku misteri, dokumen-dokumen berharga, emas berpuluh batang, 20 kartu kartu ATM berisi uang miliaran rupiah, mengantarkan dirinya ke ancaman masa lalu yang menakutkan. Lewat buku diary temuannya, ia dituntun menuju kenangan Andi, sesosok pria yang merupakan Ari di masa lalu. Cerita soal perburuan emas di Jangkat Merangin, konfli

Cerpen Monas Junior : Tahi Lalat

Gambar
Tahi lalat itu, yang jelas, bukan sejenis makanan atau minuman. Bukan juga penyakit kulit menakutkan. Mungkin manusia paling paham mengenai definisi, makna, manfaat dari tahi lalat, ialah Udin. Pria sepertiga abad yang belum punya bini. Pegawai rendahan akibat kurang kuliahan, tubuh oke, postur tinggi, putih warna kulitnya. Tinggal sendiri di rumah kontrakan satu kamar dua pintu. Anak sulung. Seperti manusia lain, ia sama sekali tak tampak berbeda. Bahkan wajahnya menyinarkan bias-bias ketampanan. Dengan cambang tipis merata di area pipi, atas bibir, dan dagu. Klimis jika ia memangkas rambutnya tiap dua minggu sekali. Lihat, ia sama sekali tak ada beda. Namun jangan salah. Si Udin itu, punya satu pembeda agak mencolok jika diperhati-hatikan benar. Yakni tahi lalat. Ya, tahi lalat. Benjolan kecil di atas kulit berwarna hitam. Tahi lalat Udin jauh lebih besar dari tahi lalat-tahi lalat biasa. Berambut tiga helai. Baca juga di monasjunior.blogspot.com - Monas Junior :  Dongeng Tidur untuk

Cerpen Monas Junior : Rindu Ikan Akan Ayam

Gambar
Kapal telah merapat. Satu persatu penumpang berjejalan mengangkat barang bawaan ke bawah menuju dermaga yang telah menyambut dengan riangnya di siang terik musim panas tahun ini. Aku, mengenakan rompi coklat, bertopi hitam celana jeans biru mengikuti jejak-jejak telapak kaki mereka. Akhirnya sejam lebih di laut, tubuhku merasa nyaman berdiri di tanah Si Hang Tuah, laksamana angkatan laut Kerajaan Bintan atau terkenal dengan nama Kerajaan Malaka masa bauhelak ini. Masih sempat aku memandang laut di kejauahan, berharap dapat melihat gundukan permukaan gunung laut, ialah kepulauan Natuna. Tempat aku diizinkan bernafas oleh ibu hingga memberi anak-anakku kesempatan bernafas sampai detik ini. Tapi sia-sia, air yang mem-bah itu amatlah luas dan datar dengan ujungnya menyentuh langit. Lautkah, atau langitkah yang menghambat mataku menikmati kampung yang kini tengah dinanti isteri cantikku? Juga ketiga putraku? Berat hati, aku paksa kaki melangkah. Terus, terus, terus hingga mencapai warung na

Cerpen Monas Junior : Akhir Tahun

Gambar
Angin menyisakan kering di kerut kulit, meninggalkan debu di antara persendian, meresapkan dingin di daun telinga Rahmat, pria bertubuh pendek namun gemuk, ketika berdiri ragu di depan rumah Sobari, Kepala Desa Kerlung. Sesaat Rahmat terlihat gelisah memutar-mutar kotak rokok putih di tangan kanannya, menyeka keringat di jidat, menggaruk-garuk kepala beberapa kali, lalu berniat membantalkan niatnya memasuki rumah bercat kuning yang hanya berjarak 3 langkah dari tempatnya berdiri. Dalam hatinya, Rahmat mendengar genderang perang mulai bertabuh-tabuh. Kian lama kian keras hingga membuat jantungnya berdenyut tak beraturan. Seketika, janji-janji menjadi panji-panji sepasukan besar penuntut kemerdekaan, penuntut hak yang pernah ia keluarkan kepada seseorang, yang kini rumahnya persis 3 langkah dari tempat dia berdiri. “Kalau Bapak mau mengurus surat-menyurat plus dokumen-dokumen penting yang dibutuhkan investor kita, saya jamin akhir tahun ini Bapak dapat dua persen dari miliaran rupiah yan

Surat Cinta : Sedang Kau… by Monas Junior

Gambar
Aku sedang duduk di teras rumah. Memandang ikan-ikan kecil di dalam kolam kecil sambil menahan kesal kepadamu. Kesal? Ya. Sedikit, tak pernah benar-benar kesal. Karena mencintaimu adalah hal terhebat yang pernah kualami, jadi semua aura negatif tentangmu akan selalu kukesampingkan, termasuk kesal-marah-kecewa dan sejenisnya. Kenapa sedikit kesal? Semua bermula sejak empat bulan setelah kita menghabiskan bulan madu. Kau menunjukkan aslimu, aku menunjukkan asliku. Kita tak lagi memakai topeng ketika itu. Dari sejak hari itu hingga kini, aku dan hampir semua lelaki yang punya pasangan perempuan, sudah mengerti hukum kekekalan perempuan. Bahwa perempuan itu adalah pemenang pasal 1, perempuan kalau kalah harus dianggap pemenang pasal 2, kalau lelaki hampir menang harus minta maaf pasal 3 dan kalau perempuan kalah harus balik ke pasal 1. Baca juga :  Apple Watch 7 Terbaru dan Fiturnya Protes? Mana contohnya? Banyak, sayang. Sampai-sampai kami, para lelaki, tak bisa menjabarkannya satu per sa

Surat Cinta : Di Antara Lelahmu by Monas Junior

Gambar
Kau sedang tertidur, persis ketika aku menatapmu dengan mata yang mulai berair. Wajahmu begitu lelah, tapi seperti biasa, tetap cantik. Kau terpejam, nafasmu berat, satu-satu, diiringi dada yang naik turun, seperti peri-peri usai melaksanakan tugas kebaikan. Kau sedang tertidur, ketika otakku masih panas, ototku masih tegang, hatiku masih cemas memikirkan hari esok yang masih belum jelas. Rasanya ingin membangunkanmu dengan kecupan ringan di kening, lalu pipi, lalu mata, lalu hidung, lalu bibir, tapi aku urungkan. Kau, begitu terbenam dengan kelelapan yang sempurna. Bahkan selimut pun tak kau hiraukan, terberai-berai di antara kakimu. Kadang kau bergeser ke kiri, kadang ke kanan, kadang ke bawah, tak jarang ke atas. Kau selalu lucu kalau sedang tertidur. Tapi kau garang ketika tahu aku memotretmu ketika sedang tidur seperti itu. Atau, sangat garang saat tahu aku mencuri cium wajahmu secara bertubi-tubi. Ah kau, peri kecilku, selalu saja menggemaskan dalam keadaan apapun. Baca juga :  A

Cerpen Jambi : Sekolah Dasar Tas Negeri by Monas Junior

Gambar
Cerpen Jambi : Sekolah Dasar Tas Negeri Oleh : Monas Junior Satu siang, aku terbangun dengan deretan benda berbagai warna dan bentuk di dalam lemari khusus sebelah ranjang kita. Lemari kayu hitam berkaca bening itu dengan santainya membuatku jumawa. Dia berdiri pongah sambil memamerkan betapa dia telah menerima cintamu di antara benda lain dalam istana ini. Andai kau tahu, keberadaannya benar-benar memukulku, telak! Aku bangkit, mengembalikan seluruh kesadaran untuk kemudian dikalahkan lagi setelah kulihat ada sekian banyak benda-benda menyebalkan lain di dalam lemari sombong itu. Ya, aku melihat berbagai bentuk, warna dan jenis tas, yang sama sekali tak satu pun kusukai sebagaimana kau menyukai mereka. Pada waktu itu juga aku memutuskan untuk menjadikan mereka musuh-musuhku. Kebencianku terhadap lemari itu belum seberapa dibanding dengan tas-tas angkuh itu. Ya, mereka sangat menyebalkan. Keberadaannya membuat aku sangat tidak penting lagi. Mungkin kau tak tahu, ketika kau sedang menar

Cerpen Jambi : Karena Kau.. Si “Oshin” Bangko

Gambar
Berdasar kisah nyata By : Monas Junior Kita sedang duduk kelelahan di teras rumah. Sambil menyeruput teh hangat, kutatap matamu yang sipit dan senyum yang tak lapuk dimakan waktu itu. Teh  ini makin manis dibuat senyummu. “Apa kau masih ingat, di pameran itu, waktu kita pertama bertemu?” Senyummu makin lebar. Sekarang ditambah tawa pelan yang bijaksana. Mata sipit itu, makin menyempit. “Masih.” Katamu. “Bagian mana yang paling kau ingat?” “Rambut runcing-runcing berdiri, pakaian lusuh dan seorang pemuda yang percaya dirinya di atas rata-rata.” Sekarang kau tertawa. Bola matamu hampir hilang tertutup kelopak sipit itu. *** Baca juga : Sekolah Dasar Tas Negeri by Monas Junior Kota Jambi 1993 Siang di pameran pembangunan, aku sedang berjalan tanpa arah. Mengitari stand demi stand, akhirnya kuputuskan beristirahat sejenak di stand kampung halamanku, Pemda Sarko.   Sambil membaca brosur-brosur yang ada, aku duduk memperhatikan semua isi stand yang dipamerkan.